60BERITA.ID | PEKANBARU – Sejumlah pelaku usaha di Pekanbaru menyuarakan keresahan mereka usai razia dan penyegelan tempat usaha oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru. Mereka mengaku kebingungan memahami aturan dan tata cara pemungutan pajak daerah, terutama pasca terbitnya surat imbauan Bapenda tentang kewajiban memungut pajak 10 persen untuk usaha makanan, minuman, hiburan, hingga sarang walet.
Keluhan ini pun mengalir ke Gedung DPRD Pekanbaru. Anggota DPRD Robin Eduar, yang menerima langsung pengaduan dari para pelaku usaha, menyayangkan pendekatan yang dilakukan Bapenda. Ia menilai, belum semua pelaku usaha memahami ketentuan baru, terutama bagi usaha kecil seperti kedai kopi dan kafe di gang-gang perkampungan.
“Beberapa hari terakhir, masyarakat datang mengadu ke kami. Mereka tidak tahu bagaimana memungut pajak dari konsumen. Banyak yang bingung apakah omzet mereka sudah memenuhi syarat, dan bagaimana pelaporannya,” kata Robin Eduar, Selasa (17/6/2025).
Politikus PDI-P itu menyoroti imbauan Bapenda yang menyebutkan usaha dengan omzet di atas Rp15 juta per bulan wajib memungut dan menyetorkan pajak 10 persen ke kas daerah. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak pelaku UMKM bahkan belum paham bahwa beban pajak itu sebenarnya ditanggung konsumen, bukan pelaku usaha.
“Bayangkan, ada yang jualan kopi harga Rp8.000 segelas, tapi disuruh bayar pajak sejuta atau dua juta. Itu harus jual berapa gelas kopi?” ujarnya.
Robin mengingatkan bahwa pemahaman seperti ini seharusnya tidak dibiarkan menjadi masalah berulang. Ia mendesak Bapenda untuk proaktif turun ke masyarakat, memberikan edukasi secara berkala melalui sosialisasi langsung maupun media digital.
“Jangan sampai pelaku usaha kecil ini malah dikenai sanksi karena ketidaktahuan. Ini bukan sekadar penegakan aturan, tapi juga soal keadilan dan kepastian informasi bagi warga,” ujarnya.
Robin juga menyoroti pentingnya reformasi sistem perpajakan daerah. Ia mengusulkan agar proses pembayaran dan pelaporan pajak dibuat lebih transparan dan sederhana. Salah satunya dengan mendorong pembayaran berbasis digital untuk mencegah interaksi langsung antara petugas dan pelaku usaha.
“Kita ingin pembayaran pajak dilakukan secara online. Ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga untuk menghindari potensi penyimpangan di lapangan,” jelasnya.
Menurut Robin, pajak daerah memang menjadi tulang punggung pendapatan asli daerah (PAD). Tahun ini, Bapenda Pekanbaru ditargetkan mengumpulkan PAD sebesar Rp1,1 triliun. Namun, target itu harus dicapai dengan pendekatan yang humanis dan solutif.
“Edukasi dan pelayanan yang informatif harus jadi prioritas. Jangan sampai semangat membangun kota justru menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha kecil yang sedang berjuang bertahan,” tutupnya.
sumber,gilangnews.com